Reinkarnasi di kalangan umat hindu lebih populer dengan istilah punarbawa, sedangkan kalangan umat Hindu di Bali akrab dengan istilah numitis. Seringkali kita mendengar istilah “Ngidih nasi”. Seorang kakek / nenek yang sudah meninggal seringkali dikatakan telah lahir sebagai cucunya baik pada keluarga laki-laki atau perempuan.Bagaimana kaitannya dengan masalah reinkarnasi yang dijelaskan dalam veda. Sri Krishna dalam Bhagavad Gita mejelaskan:
“bahuni me vyatitani
Janmani tava carjuna
Tany aham veda sarvani
Na tvam vettha parantapa”
(Bhagavad gita, 4.5)
Artinya:
Engkau dan Aku sudah dilahirkan berulangkali. Aku dapat ingat segala kelahiran itu, tetapi engkau tidak dapat ingat, wahai penakluk musuh (Bhagavad Gita Menurut aslinya, Sri Srimad A. C. Bhaktivedanta Svami Prabhupada).
Dari Bhagavad Gita tersebut di atas jelaslah bahwa sang roh, telah bereinkarnasi ribuan kali dengan menerima salah satu diantara 8.400.000 bentuk kehidupan, dan setelah ia menerima badan dalam jenis kehidupan tertentu, ia berevolusi secara otomatis dari bentuk yang lebih rendah ke bentuk yang lebih tinggi , dan akhirnya mencapai badan manusia (Sri Srimad A. C. Bhaktivedanta Svami Prabhupada,5). Di kalangan umat Hindu di Bali, konsep “Ngidih Nasi” yang sering terdengar setelah kelahiran seorang anak sering menjadi pertanyaan dan perdebatan yang serius. Untuk menjawab pertanyaan yang terkait dengan hal ini sehingga kita tidak terperosok ke dalam pemikiran yang dogmatis, ada baiknya kita lihat kembali apa yang telah diajarkan oleh Tuhan Sri Krishna kepada Arjuna menjelang berlangsungnya perang besar di medan perang kuruksetra.
“yam yam vapi smaran bhavam
tyajaty ante kalevaram
tam tam evati kaunteya
sada tad-bhava-bhavitah”
(Bhagavad Gita: 8.6)
Artinya:
Keadaan hidup manapun yang diingat seseorang pada saat ia meninggalkan badannya, pasti keaadaan itulah yang akan dicapainya wahai putera kunti (Bhagavad Gita Menurut aslinya, Sri Srimad A. C. Bhaktivedanta Svami Prabhupada).
Bertitik tolak dari apa yang telah dijelaskan di dalam Bhagavad gita bahwa peristiwa “Ngidih nasi” tersebut benar adanya. Hal ini disebabkan oleh keterikatan seseorang yang meninggal terhadap sanak keluarganya, baik itu anaknya, menantunya ataupun cucunya. Sehingga dilihat dari sudut pandang sastra roh orang yang meninggal dan mengalami keterikatan kepada keluarganya akan terlahir pada keluarganya sendiri pada masa-masa yang akan datang. Akan tetapi roh orang meninggal bisa saja merosot mengambil badan yang lebih rendah kalau pada saat ia meninggal, ia teringat atau terikat dengan binatang dan tumbuhan peliharaannya. Disamping itu pula seseorang mendapatkan badan menurut karma atau kegiatannya pada masa-masa hidupnya.
Wah gampang sekali kalau begitu, walaupun sseseorang berbuat jahat, kalau dia bisa ingat dengan Tuhan pasti dia akan terlahir ke tempatnya Tuhan! Tunggu dulu. Proses mengingat Tuhan pada saat seseorang menjelang meninggal sangat tidak mudah. Karena kuatnya pengaruh tiga sifat alam material yaitu satvam, rajas dan tamas, membuat seseorang cendrung terikat kepada hal-hal yang bersifat duniawi. Inilah yang menyebabkan sangat sedikit orang yang dapat mengingat Tuhan pada saat menjelang kematiannya. Proses ini yaitu kelahiran dan kematian akan terus berputar ribuan kali. Seseorang hanya akan bisa menghentikan siklus kelahiran dan kematian ini apabila dia telah menyerahkan dirinya kepada tuhan Sri Krishna. Penyerahan diri secara total kepada Tuhan hanya bisa dilakukan dengan menjadikan diri sebagai pelayan dari Tuhan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang diperintahkan oleh Tuhan. Setelah seseorang menyerahkan dirinya kepada seorang guru kerohanian yang bonafide, terbukalah jalan baginya untuk memutus siklus kelahiran dan kematian serta masuk kekerajaan Tuhan.
Hidup di jaman kali yang penuh kemunafikan ini, Tuhan sudah memberikan jalan kepada manusia untuk bisa kembali menyadari hakekat ketuhanan yang bersemayam di dalam hatinya sehingga seseorang bisa pulang kembali ke kerajaan Tuhan. Di dalam Upanisad di jelaskan:
“kaler dosa-nidhe rajann, asti hy eko mahan gunah,
kirtanad eva krsnasya, mukta-sangah param vrajet”
Artinya:
Wahai raja, walaupun kali yuga adalah lautan dosa, masih ada satu sifat baik mengenai jaman tersebut: hanya dengan mengucapkan maha mantra Hare Krsna, seseorang dapat terbebas dari belenggu material dan diangkat ke kerajaan spiritual.
Hal ini juga dijelaskan dalam Simad-Bhagavatam (12.3.51) yaitu:
“krte yad dhyayato visnum, tretayam yajato makhaih
dvapare paricaryayam, kalau tad dhari-kirtanat”
Artinya:
Hasil apapun yang dicapai pada Satya Yuga melalui meditasi kepada Visnu, pada Treta Yuga dengan cara melaksanakan korban-korban suci, dan pada Dvapara Yuga dengan cara melayani kaki-padma Tuhan, dapat dicapai dengan mengucapkan maha-mantra Hare Krsna.
Hare Krishna Hare Krishna,
Krishna Krishna Hare Hare,
Hare Rama Hare Rama,
Rama Rama Hare Hare.
Hari Om tat sat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar